Senin, 17 Desember 2018

NKRI HARUS TERBUKA UMUMKAN DOKUMEN RESOLUSI PBB NO 2504 TENTANG PEPERA KEPADA RAKYAT PAPUA BARAT



Ilustrasi Peserta Pepera 1969

Proses integrasi tanah papua dan segala isinya ke Negara Kesatuan Republik Indonesia meninggalkan pandangan dan persepsi bertentangan yang sulit terselesaikan. orang Indonesia menyebutnya dengan integrasi kemudian orang papua menyebutnya aneksasi. berdasarkan kajian-kajian ilmiah tentang penggabungan papua ke Indonesia pada tahun 1963 sampai dengan pelaksanaan PEPERA kemudian terakhir melahirkan resolusi PBB No 2504 tentang hasil Pepera, Mrs. Melinda Jankie, seorang pengacara hukum Internasional tentang West Papua dan Penentuan Nasib Sendiri dalam Hukum Internasional membenarkan adanya proses pelaksaanaan Penentuan Nasib Sendiri (Act Of Free Choise) atau Pepera versi Indonesia jelas-jelas melanggar persyaratan prosedural hukum Internasional.
Klaim teritorial Indonesia tidak menjustifikasi secara hukum kedaulatan Indonesia atas West Papua. kehadiran Indonesia di West Papua adalah illegal, dan ilegalitas ini menjadi basis bagi konflik berkepanjangan di West Papua.
Apa yang dimaksud persyaratan prosedural?
Dalam kajian Mrs. Melinda Jankie menjelaskan tentang persyaratan prosedural sebagai berikut :
Persyaratan prosedural untuk penentuan nasib sendiri diatur oleh Majelis Umum melalui intepretasi Pasal 73 Piagam PBB. Pasal 73e menyatakan bahwa kekuasaan administrasi memiliki kewajiban untuk menyerahkan kepada Sekretaris Jenderal informasi statistik atau teknis lainnya terkait persyaratan sosial, ekonomi, pendidikan dalam teritori tak berpemerintahan sendiri.
Dalam kasus West Papua, pasal 73 menempatkan kewajiban kepada Belanda dari tahun 1945 dan kepada Indonesia tahun 1963, ketika Indonesia mengambil alih kekuasaan administratif.
Sesuai Resolusi 567 (VI) Majelis Umum PBB, 2 (dua) prinsip yang dianggap penting bagi pemenuhan kewajiban itu adalah:
1.        kemajuan politik
Kemajuan politik harus memadai agar membuat masyarakat mampu memutuskan masa depan nasib teritori mereka dengan pengetahuan yang dimiliki.
2.        pendapat populasi.
Pendapat mereka harus dapat diekspresikan dengan bebas melalui proses yang informatif dan demokratis menyangkut perubahan status yang mereka kehendaki.
Persyaratan ini disebutkan kembali dalam Resolusi Majelis Umum 648 (VII) dan 742 (VIII). Resolusi Majelis Umum 637 (VII) menegaskan bahwa kehendak masyarakat bersangkutan yang diekspresikan bebas harus ditentukan melalui plebisit atau cara-cara demokratis lainnya, khususnya dibawah dukungan PBB.
Resolusi Majelis Umum 1541 (XV) menegaskan bahwa pasca 1960: Teritori tak berpemerintahan sendiri dapat dinyatakan memenuhi semua unsur pemerintahan sendiri ketika:
1.        Berdiri sebagai sebuah negara berdaulat merdeka;
2.        Asosiasi bebas dengan sebuah negara merdeka; atau
3.        Integrasi dengan sebuah negara merdeka.
Indonesia tidak mendapatkan kedaulatannya atas West Papua berdasaran New York Agreement atau Piagam Pemindahan Kedaulatan.
PEPERA yang dilakukan 1969 yang terbukti tidak sah karena tidak memenuhi syarat-syarat prosedural sesuai prinsip-prinsip dan resolusi PBB terhadap wilayah tak berpemerintahan sendiri, juga tidak sah dijadikan klaim kedaulatan Indonesia atas West Papua, karena:
1.       Rakyat West Papua tidak dimintai pendapat di tahun 1962 ketika New York Agreement  diputuskan.
2.    Tidak dimintai pendapat ketika pilihan PEPERA 1969 ditetapkan
3.     Tidak dimintai pendapat terkait pilihan-pilihan apa yang harus ditetapkan sebelum pelaksanaan PEPERA.
4.        Suara musyawarah 1022 orang (4 orang lainnya tidak ambil bagian), kurang dari 0,2% dari populasi Papua, yang dikondisikan setuju untuk integrasi dengan Indonesia, bukanlah suara yang sah untuk menyatakan integrasi yang benar.
Oleh karena itu pengambilaihan West Papua merupakan aneksasi illegal serupa dengan pengambilalihan sementara Indonesia atas Timor Leste di tahun 1975.
Selain itu, juga tidak benar bahwa PBB melegitimasi/mengesahkan keputusan PEPERA. buktinya adalah:
1.        Pasal XXI New York Agreement meminta wakil PBB dan Indonesia melaporkan kepada Sekretaris Jenderal yang pada waktu itu diwajibkan memberi laporan itu ke Majelis Umum PBB terkait pelaksanaan dan hasil PEPERA.
2.        General Konsil PBB menyarankan Sekjend PBB untuk mempresentasikan laporan seutuhnya kepada Majelis Umum dan bukan rangkuman laporan, karena: sah atau pun tidak, ada keraguan yang luas terkait apakah benar kesempatan seutuhnya diberikan terhadap ekspresi kehendak rakyat dalam kasus tersebut dan Sekjend oleh karena itu tidak boleh memberi kesan adanya bukti atau bahan yang dilewati atau disembunyikan.
3.        Resolusi 2504 (XVII) hanya menyatakan bahwa Majelis Umum: Mencatat laporan dari Sekretaris Jenderal dan mengakui dengan apresiasi pemenuhan tugas yang diberikan oleh Sekjend kepada wakil-wakilnya atas dasar New York Agreement 15 Agustus 1962 antara Repiblik Indonesia dengan Kerajaan Belanda terkait West New Guinea (Irian Barat).
4.        Resolusi 2504(XVII) tidak menyebutkan penentuan nasib sendiri West Papua, atau West Papua tak lagi menjadi teritori tak berpemerintahan sendiri. Tak ada resolusi apapun lagi dari Majelis Umum PBB (atau Dewan Keamanan PBB) yang menyetujui PEPERA atau menegaskan bahwa West Papua telah menjalankan dengan bebas hak penentuan nasibnya sendiri.
Berdasarkan fakta-fakta diatas inilah yang selama ini menjadi akar konflik berkepanjangan antara Pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua berbeda pandangan yang berujung pada pelanggaran HAM, diskriminasi, pembatasan ruang demokrasi  dan lain-lain sampai dengan sekarang.
Pemerintah Indonesia benar-benar waktu Proses integrasi Papua ke Pangkuan NKRI sudah ikuti sesuai persyaratan prosedural hukum internasional maka sudah saatnya Pemerintah buka diri, jujur, terbuka untuk membuka kembali arsip dokumen hasil PEPERA dan mengumumkan kepada Rakyat Papua untuk meyakinkan bahwa benar-benar kami NKRI sudah melakukanya dengan benar dan sesuai prosedural.
Jika Pemerintah tidak pernah buka diri dan terbuka atas masalah hasil Pepera kepada rakyat papua maka sampai kapanpun papua tanah damai yang selama ini dikumandangkan hanyalah utopis (mimpi).
Penulis : Robby Wasini.